ISU-ISU PUBLIK YANG MERUSAK
KEDAULATAN RAKYAT
TOMI SETIANTO
170110130021
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
2013
(A)
1. Pilkada Tidak Langsung
a)
Isu
Setelah sembilan tahun lamanya
masyarakat Indonesia menggunakan haknya untuk memilih kepala daerah secara
langsung oleh penduduk daerah administratif. Namun tidak untuk hari ini. Pada
tahun 2005, Indonesia memberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Tetapi, pada Sidang
Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa, Pemilihan
Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh
DPRD. Hal ini tentu membuat geram masyarakat Indonesia karena tidak ada hak lagi
untuk menyuarakan suaranya dalam pemilihan kepala daerah di negara yang
menganut sistem pemerintahan demokrasi ini.
Alasan-alasan mengenai pemberlakuan
UU Pilkada yang tidak lagi dipilih oleh rakyat antara lain seperti Pilkada langsung
melestarikan politik uang, yang mana dalam setiap Pilkada uang menjadikan
seseorang calon kepala daerah sebagai senjata untuk memenangkan pemilihan
tersebut. Politik biaya tinggi dapat menghalangi munculnya calon berkualitas,
yang mana mungkin saja calon-calon kepala daerah yang memiliki kekayaan tinggi
saja lah yang dapat menjadi seorang kepala daerah. Dengan tidak memikirkan
aspek lain seperti kualitas calon tersebut. Pilkada langsung memunculkan
politik balas budi, pilkada langsung menghemat anggaran dan alasan-alasan
lainnya. Namun secara garis besarnya, Pilkada tidak langsung lebih diterapkan
agar terhindar dari politik uang dalam pemilihan kepala daerah. Hal ini
terbukti pada biaya politik tinggi ketika pemilukada akan dilakukan baik oleh
calon kepala daerah dan juga pihak lain yang ingin mendukung calonnya.
b) Solusi
Setalah diterapkannya Pilkada
diterapkan dan ditandatanganin oleh Presiden SBY. Hal tersebut menuai banyak
kecamanan dari masyarakat Indonesia. Dan sampai saat ini, masalah pemilihan
kepala daerah tidak langsung masih terus diperbincangkan oleh publik karena
masyarakat masih belum terima dengan hasil sidang paripurna DPR.
Maka dari itu
solusinya adalah pemerintah seharusnya mempertimbangkan kembali hasil sidang
Paripurna DPR dengan hasil Pilkada tidak langsung ini, karena hampir 70%
masyarakat Indonesia mendukung pemilihan kepala daerah diplih oleh rakyatnya.
Mungkin rakyat Indonesia merasa heran atau janggal dengan hal ini karena
bagaimana pun Indonesia adalah negara demokrasi, yang menjungjung tinggi
kedaulatan rakyat. Namun dengan ketetapan undang-undang pilkada ini,
seolah-olah kedaulatan rakyat terganggu atau terabaikan karena haknya tidak
digunakan kembali dalam pemilihan pemimpinnya. Uji banding UU Pilkada ini pun
harus segera dilakukan agar tidak terjadi ketidaksesuai dengan keadaan sekarang
masyarakat Indonesia.
2. Hukuman Koruptor Yang Tidak
Sebanding
a) Isu
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis bersalah dengan hukuman penjara
delapan tahun untuk mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Dalam
sidang pembacaan putusan, Rabu 24 Septermber 2014, majelis hakim menilai, Anas
terbukti melakukan korupsi secara berlanjut dan berulang. Menurut Ketua Majelis
Hakim Pengadilan Tipikor Haswandi, Rabu 25 September 2014 menyatakan bahwa Anas
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang
dilakukan secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan
secara berulang.
Selain pidana penjara, majelis hakim
juga menjatuhkan pidana denda Rp 300 juta dan sejumlah uang pengganti korupsi
(lihat grafis) terhadap Anas. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim ini lebih
rendah dari tuntutan 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dari jaksa penuntut
umum KPK. Tuntutan pencabutan hak politik Anas juga tidak dikabulkan majelis
hakim. Majelis hakim menilai, Anas terbukti melakukan tindak pidana sesuai
dakwaan kesatu subsider dan kedua jaksa namun membebaskan Anas dari dakwaan
kesatu primer dan dakwaan ketiga. Tindak pidana yang dinilai terbukti dilakukan
Anas adalah ihwal penerimaan gratifikasi dan janji-janji.
Masyarakat menilai vonis hukuman
Anas Urbaningrum ini tidak sesuai dengan tindakan yang telah dilakukannya yang
sangat merugikan negara. Hal ini membuat masyarakat ragu dengan hasil
persidangan yang seolah-olah putusan hakim memeberikan keleluasaan bagi para
koruptor di Indonesia. Karena pada umumnya, putusan hakim yang atau hukuman
yang diberikan kepada para koruptor sangatlah tidak sesuai dengan tindakan
mereka.
b) Solusi
Dalam menghadapi persoalan hukum
yang dijatuhkan kepada para koruptor di Indonesia, pemerintah atau pihak yang
berwenang seharusnya memberikan hukuman yang berlebih kepada para
korputor-koruptor di Indonesia ini seperti dalam kasus ini adalah Anas Urbaningrum.
Karena memang, terlihat vonis hukuman terhadap Anas bisa dikatakan singkat dan
masig kurang bila dibandingkan dengan tindakan dia yang sangat merugikan
negara. Seharusnya, pihak yang berwenang pun bertindak adil dalam melakukan
vonis hukuman para koruptor ini. Seperti penambahan masa tahanan koruptor
terutama dalam kasus ini Anas dan penambahan denda hukuman yang sangat berat.
Terlebih, para koruptor harusnya dibuat miskin. Karena bagaimanapun, koruptor
adalah polemik bangsa. Mereka adalah para pengkhinat negara yang berkamuflase
menjadi pejabat tinggi negara. Setiap tahunnya, koruptor muncul dipermukaan
bangsa ini karena melihat sistem hukum Indonesia terlalu memberikan keleluasaan
dan memanjakan para koruptor di bangsa ini. Hal itu terbukti dengan angka
korupsi di Indonesia kian hari terus meningkat.
Hal ini tentu dapat mengancam
sekaligus merusak kedaulatan rakyat karena kepercayaan masyarakat kepada para
pejabat negara akan semakin berkurang dengan kasus-kasus korupsi yang terjadi
pada elit politik. Rakyat akan semakin apatis terhadap penyelenggaran negara
yang diselenggerakan oleh mereka-mereka yang duduk di kursi pemerintahan. Tentu
kasus koruptor yang sedemikian banyaknya mencoreng nama baik pejabat pemerintah
yang harusnya memberikan cerminan yang baik terhadap rakyat dan melakukan misi
pemerintah. Sehingga faktanya, dalam pemilihan umum baik presiden maupun daerah
akhir-akhir ini banyak sekali yang memilih untuk golput atau tidak memilih. Hal
ini tentu membuktikan tidak ada lagi kedaulatan rakyat yang sepenuhnya oleh
rakyat. Kepala-kepala daerah hanya mewakili setengah dari suara rakyat. Kursi
pemerintahan hanya sebagai ajang pamer sesame partai. Mereka hanya mementingkan
kepentingan sendiri atau partu tidak berorientasi kepada kepentingan masyarakat
lagi. Maka dari itu koruptor dan hukumannya sangatlah mengancam kedaulatan
rakyat.
Sumber:
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/14/09/25/ncfxw98-anas-dihukum-8-tahun-penjara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar