Minggu, 05 Oktober 2014

Isu yang Mengancam Kedaulatan Rakyat “Korupsi Merampas Kedaulatan Rakyat”



TUGAS MATA KULIAH
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA
Isu yang Mengancam Kedaulatan Rakyat
“ Korupsi Merampas Kedaulatan Rakyat”



Oleh:
Nina Marlina
170110130031








PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL dan ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN




“Korupsi Merampas Kedaulatan Rakyat”

A.    Pengantar
Istilah kedaulatan pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli kenegaraan berkebangsaan Perancis yang bernama Jeans Bodin (1539-1596). Menurut Jeans Bodin, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedaulatan ini sifatnya tunggal, asli, dan tidak dapat dibagi-bagi. Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat dibagi-bagi. Asli berarti kekuasaan itu berasal atau tidak dilahirkan dari kekuasaan lain. Sedangkan abadi berarti kekuasaan negara itu berlangsung terus-menerus tanpa terputus-putus. Maksudnya pemerintah dapat berganti-ganti, kepala negara dapat berganti atau meninggal dunia, tetapi negara dengan kekuasaanya berlangsungterus tanpa terputus-putus.
Kedaulatan atau sovereignity adalah ciri atau atribut hukum dari negara, dan sebagai atribut negara sudah lama ada, bahkan ada yang berpendapat bahwa sovereignity itu mungkin lebih tua dari konsep negara itu sendiri (Dahlan Thaib, 1989: 9). Perkataan sovereignity (bahasa Inggris) mempunyai persamaan kata dengan Souvereneteit (bahasa Belanda) yang berarti tertinggi. Jadi secara umum, kedaulatan atau sovereignity itu diartikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang mempunyai wewenang untuk mengatur penyelenggaraan negara.
Kedaulatan rakyat mengandung arti, bahwa yang terbaik dalam masyarakat ialah yang dianggap baik oleh semua orang yang merupakan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat membawa konsekuensi, bahwa rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kedaulatan rakyat berarti juga, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan dari rakyat berarti mereka yang duduk sebagai penyelenggaraan pemerintahan terdiri atas rakyat itu sendiri dan memperoleh dukungan rakyat. Pemerintahan oleh rakyat mengandung pengertian, bahwa pemerintahan yang ada diselenggarakan dan dilakukan oleh rakyat sendiri baik melalui demokrasi langsung maupun demokrasi Pendidikan.




Adanya pemilihan umum guna memilih calon pemimpin pusat dan daerah menunjukkan keterlibatan rakyat membentuk pemerintahan sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui pemilihan umum. Pemerintahan untuk rakyat artinya pemerintahan yang dilaksanakan sesuai dengan kehendak rakyat.
Pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat dapat dilakukan melalui demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan. Demokrasi langsung bercirikan rakyat mengambil bagian secara pribadi dalam tindakan-tindakan dan pemberian suara untuk membahas dan mengesahkan undang-undang. Sedangkan demokrasi perwakilan, rakyat memilih warga lainnya sebagai wakil yang duduk di lembaga perwakilan rakyat untuk membahas dan mengesahkan undang-undang.
Kedaulatan rakyat merupakan penjabaran aplikasi UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Kemudian diubah pada saat perubahan ketiga UUD 1945 sehingga rumusannya menjadi“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. MPR yang pada mulanya dipahami sebagai pemegang mandat sepenuhnya dari rakyat atau pemegang kedaulatan rakyat yang tertinggi, bergeser ke arah pemahaman bahwa MPR tidak lagi sebagai pemegang mandat tunggal yang tertinggi, melainkan mandat itu dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, mandat rakyat dijalankan oleh cabang-cabang kekuasaan negara berdasarkan UUD, termasuk oleh MPR sebagai salah satu lembaga penyelenggara kekuasaan negara. Alasan perubahan ini menurut Jimly Asshiddiqie dikarenakan rumusan Pasal 1 Ayat (2) sebelum perubahan memuat ketentuan yang tidak jelas, dengan adanya ungkapan “…dilakukan sepenuhnya oleh Majelis PermusyawaratanRakyat” maka ada yang menafsirkan bahwa hanya MPR sajalah yang melakukan kedaulatan rakyat sehingga DPR yang merupakan wakil rakyat dipandang tidak melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ini menunjukan terjadinya perubahan gagasan yang begitu mendasar tentang kedaulatan rakyat dalam UUD 1945.
Namun apakah kedaulatan memang sudah sepenuhnya ada ditangan rakyat? Tentu belum, masih banyak problematika yang dihadapi oleh bangsa yang dapat mengancam kedaulatan rakyat, salah satunya adalah korupsi.



Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal mtersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi.
Berdasarkan sumber dari kppu.go.id bahwa tercatat banyak sekali pejabat pemerintah dan pejabat partai politik yang terjerat kasus korupsi. Dalam hal ini saya mengangkat kasus korupsi Hambalang oleh Anas Urbaningrum mantan ketua umum partai demokrat.
Awalnya Juru Bicara KPK, Johan Budi menjelaskan bahwa Anas diduga menerima gratifikasi terkait proyek pembangunan pusat pendidikan, pelatihan dan sekolah olahraga nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat ketika menjabat sebagai anggota DPR. KPK kemudian menemukan dua bukti yang cukup untuk menetapkan Anas sebagai tersangka korupsi dalam program itu. Anas berstatus tersangka sejak Jumat 22 Februari 2013. Dalam penetapannya sebagai tersangka, Anas diduga menerima sebuah mobil Toyota Harrier dari perusahaan kontraktor proyek Sport Center Hambalang.
Keterlibatan Anas dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang pertama kali diungkapkan oleh Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad  Nazaruddin yang tersandung kasus Wisma Atlet. Nazaruddin berkali-kali mengungkapkan  bahwa Anas telah menerima Toyota Harrier dari PT Adhi Karya, BUMN pemenang tender proyek Hambalang. Nazaruddin juga menuding adanya aliran dana Rp100 milliar dari proyek Hambalang untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010.
Dalam kasus korupsi Hambalang, KPK menetapkan dua tersangka yakni Mantan  Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Dan berdasarkan beberapa tahapan pengumpulan bukti oleh KPK dan Anas dinyatakan sebagai terdakwa dalam kasus korupsi Hambalang atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor yang kemudian menjatuhkan vonis penjara delapan tahun ditambah denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Hakim juga meminta Anas membayar uang pengganti sekitar Rp 57,5 miliar dan 5,2 juta dollar AS. Putusan majelis hakim Tipikor atas perkara Anas jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, tim jaksa KPK menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara. Jaksa juga menuntut Anas untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS.
Menurut majelis hakim, Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider, yakni Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Dia dinyatakan terbukti menerima pemberian hadiah atau janji yang patut diduga jika pemberian itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Anas. Hadiah yang diterima Anas di antaranya uang Rp 2,2 miliar dari Adhi Karya, Rp 25,3 miliar dan 36.000 dollar AS dari Grup Permai, serta penerimaan lainnya berupa Toyota Harrier, Vellfire, dan fasilitas berupa survei pencalonan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dari Lingkaran Survei Indonesia.
Hakim menilai Anas memiliki pengaruh dalam mengatur proyek APBN mengingat jabatannya sebagai Ketua DPP Partai Demokrat bidang politik pada 2005. Pengaruh Anas ini semakin besar setelah dia terpilih sebagai anggota DPR dan ditunjuk sebagai ketua fraksi. Hakim juga menyatakan bahwa Anas terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kedua yang memuat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Majelis Hakim Tipikor menolak tuntutan jaksa KPK untuk mencabut hak politik Anas. Menurut hakim, penilaian mengenai layak atau tidaknya seseorang dipilih dalam jabatan publik merupakan kewenangan publik. Putusan Anas ini diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion) dua hakim ad hoc. Dua hakim tersebut menilai KPK tidak berwenang menuntut pencucian uang sehingga menganggap Anas sedianya dibebaskan dari tuntutan pencucian uang.
Korupsi telah dijelaskan dalam paparan pengantar diatas bahwa korupsi merupakan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh siapapun apalagi dilakukan oleh oknum elit politik partai yang sedang berkuasa, ini merupakan hal yang sangat merusak kedaulatan rakyat, menurut definisi dan konsep kedaulatan rakyat bahwa rakyatlah yang memiliki kekuasaan dan kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat yang salah satu relalisasinya memalui pemilu yang merupakan gerbang awal para wakil rakyat untuk mendapatkan dukungan rakyat dalam menjalanan tugas untuk meemenuhi apa yang diinginkan rakyat, kemudian rakyat memberikan amanah dan keeprcayaan kepada wakil rakyat terpilih untuk menjalankan amanah rakyat, tapi ternyata ada beberapa wakil rakyat yang melanggar amanah rakyat itu, salah satu kasusnya yakni korupsi, dalam bentuk apapaun korupsi tetap saja namanya korupsi, dalam kasus ini, Anas menerima semacam hadiah berupa barang dari proyek pembangunan center sport di Hambalang.

Dan ini mencerminkan bahwa dia telah melanggar janjinya sebagai wakil rakyat sekaligus telah melanggar kode etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pasal 11 yang isinya menegaskan bahwa “Anggota dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain sesuai peraturan perundang-undangan”.
Dengan maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh para elit-elit politik dan pejabat negara, mengakibatkan kepercayaan rakyat semakin berkurang, pada saat pemilu banyaknya suara yang golput merupakan aksi pelampiasan kekesalan rakyat yang sudah lelah dengan maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat.
v  Saran: Seharusnya dalam keadaan sadar ataupun tidak, wakil rakyat tidak harus melakukan hal tersebut, karena hal tersebut melanggar hukum dan merugikan rakyat, meskipun secara tidak langsung rakyat mengalami kerugian materi tetapi secara abstrak rakyat mengalami kerugian dalam mendapatkan haknya dengan tercorengnya kdaulatan rakyat tersebut.
Untuk meminimalisir kasus korupsi, pemerintah melalui badan kelengkapan negara harus lebih menegakkan supermasi hukum bagi para pelaku dan adanya semacam stimulan-stimulan yang dimulai dari pemerintah puncak untuk lebih sadar akan hukum dan isu-isu responsibility nya lebih ditekankan lagi bahkan sampai meresap kedalam setiap jiwa bangsa Indonesia, untuk menciptakan pemerintahan Indonesia kedepan yang lebih sadar dan ta’at hukum dan kedaulatan rakyat bisa benar-benar sepenuhnya milik rakyat bukan hanya sebatas konten yang mengatasnamakan rakyat padahal pada kenyataannya kedaulatan rakyat sudah terampas.

v  Sumber Referensi:
1.       http://kpu.go.id
2.       http://dpr.go.id
4.       http://unsrat.ac.id
.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar