Isu yang berpotensi mengancam kedaulatan
rakyat
(Ditujukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sistem Administrasi Negara Indonesia)
DISUSUN OLEH:
Fredrik Muda Sinaga (170110130047)
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JATINANGOR
Isu: UU pilkada
Sidang
paripurna yang berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan memutuskan bahwa
pemilihan pilkada mendatang akan dilakukan oleh DPRD ( Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah). Dengan disahkannya UU (sebelumnya RUU) Rakyat mempertanyakan status
negara kita yang “katanya” demokrasi, alasan – alasan para petinggi negara
ialah bahwasanya Pilkada selama ini memakan uang negara cukup besar untuk
setiap pilkada serta pengawasannya yang kurang sehingga menimbulkan potensi –
potensi korupsi.
solusi
Demokrasi
yang membuat Indonesia tetap berbeda dan bersatu, jika Pilkada dilimpahkan ke
DPRD sebenarnya tidak masalah, yang jadi masalah ialah SELAMA INI DPRD BELUM
MENJALANKAN FUNGSINYA SEBAGAI PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT, sehingga rakyat belum bisa mempercayai
sepenuhnya keputusan ini akan berdampak positif dan transparan. Memang benar
tugas DPRD adalah mewakilkan suara rakyat Indonesia ke Pemerintahan, namun gaya
berpolitik pamrih para petinggi yang hobi menitip – nitpkan kepentingannya di
sela – sela setiap keputusan yang akan diambil membuat rakyat muak. Jadi
sebaiknya Pilkada kembali ke cara lama yaitu pemilihan langsung oleh rakyat.
(mungkin situasinya berbeda jika DPRD menjalankan fungsinya dengan benar dan para
petinggi negeri ini tidak menitipkan kepentingan pribadinya di ranah UU
melainkan kepentingan rakyat)
Sumber:
http://www.rumahpemilu.org/in/read/148/Rancangan-Undang-Undang-tentang-Pemilihan-Kepala-Daerah
Isu: Minimnya media netral dalam menyajikan
informasi yang sebenarnya
Selama ini
informasi yang didapatkan dari media cetak (koran,majalah, pamphlet, dll)
maupun virtual (website,blog,komunitas) sering simpang siur karena tidak jarang
informasi yang sama dikemas dengan kepentingan pribadi (maksudnya disini media
tersebut mempunyai keterikatan dengan kepentingan politik (politikus,parpol))
sehingga mengakibatkan masyarakat luas terprovokasi dan terpecah – belah, hal
yang paling nyata ialah saat Penghitungan sementara PILPRES, TV-ONE dengan
bangganya menampilkan statistic yang menunjukan bahwa kubu Prabowo-Hatta
menang, namun disisi lain metro-tv malah menampilkan statistic yang berlawanan
yaitu kubu Jokowi-JK menang. Dari sini terlihat betapa besar pengaruh
kepentingan politik yang kadang menggelapkan mata mereka (entah itu TV,LSM, serta badan/lembaga
lainnya yg menampilkan statistic pilpres) untuk rela membohongi masyarakat.
Cara seperti ini yang mengakibat masyarakat menurunkan kepercayaannya pada pers
karena lebih sering menampilkan statistrik ketimbang statisktik seutuhnya.
Solusi
Harus ada
media informasi (website, koran, blog, komunitas) yang berdiri independen dan
menyajikan informasi benar adanya sehingga rakyat tidak tertipu dengan fakta
yang ada namun disajikan sesuai kepetingan media masing – masing dan
menimbulkan perdebatan yang tak kunjung selesai.
Kutipan :
"Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan
pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, di bentuk dewan pers yang
independen."
(PASAL 15 UU No.40/1999 tentang Pers)
(PASAL 15 UU No.40/1999 tentang Pers)
Disini pers
tidak sepenuhnya salah, UU perlindungan pers pun harus lebih diperkuat dan
ditegakan agar pers tidak takut untuk mempublikasikan berita sebenarnya dari
sebuah fakta.
Lalu untuk
pers-nya sendiri ditingkatkan lagi profesionalitasnya, jangan hanya karena
factor material dengan mudahnya merubah fakta dan memberikannya kepada
masyarakat, pers-lah yang mempunyai peranan penting dalam penyebaran informasi
di negeri ini. Jika pers saja sudah tidak steril lagi dari kepentingan pribadi
(khususnya kelompok politik yang berefek negative), maka tidaklah heran banyak
masyarakat yang terpecah belah (khususnya masyarakat awan yang hanya menerima
informasi dan tidak mengusut kebenarannya)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar