Minggu, 05 Oktober 2014

‘matinya’ kedaulatan rakyat saat ini



Nama   :Dinda Amalia Rizki S
NPM   :170110130079/A
Jurusan:Ilmu Administrasi Negara
Matkul :Sistem Administrasi Negara Indonesia



 ‘matinya’ kedaulatan rakyat saat ini

            Kedaulatan rakyat adalah kekuasaan tetinggi ada pada rakyat, atau biasa disebut dengan demokrasi. Yang berarti rakyat memegang kekuasaan tertinggi dan para penguasa haruslah selalu berusaha mementingkan kepentingan rakyat banyak. Indonesia adalah termasuk negara yang menerapkan sistem kedaulatan rakyat dalam pemerintahannya. Hal tersebut pun tertulis di dalam pembukaan UUD 1945 seta dalam butir Pancasila.

            Isi dari pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut membuktikan bahwa negaa Indonesia ini memang menganut kedaulatan rakyat yang berarti kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Rakyatlah yang menentukan siapa yang akan memimpin mereka, rakyat pun menyalurkan aspirasi serta keluh kesah nya kepada lembaga yang juga dibentuk dan dipilih oleh rakyat.

            Sedangkan dalam pancasila bisa kita lihat dalam butih keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dalam butir ini dapat kita simpulkan bahwa rakyat berada dalam keadaan yang dilindungi serta pemecahan dan perlindungan bagi rakyat bisa dilakukan dengan cara musyawarah yang diwakili oleh para wakil rakyat.

            Namun saat ini kedaulatan rakyat sangatlah tidak ada nilainya lagi,atau mungkin sudah dianggap mati. Dilihat dari hasil sidang paripurna yang berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan yang memutuskan bahwa Pilkada saat ini yang akan dilakukan dan disahkan oleh DPRD. Dengan disahkannya peraturan tersebut membuat rakyat mempertanyakan status negara Indonesia yang dibilang “demokrasi” ini. Tetapi para penguasa-penguasa dan para petinggi-petinggi ini memberi alasan bahwasanya setiap Pilkada yang telah berlangsung selama ini telah memakan uang negara yang cukup besar dan kurang pengawasannya yang bisa membuat adanya potensi-potensi korupsi, maka diputuskan bahwa Pilkada dilakukan oleh DPRD. 

            Apakah selama ini DPRD telah menjalankan tugasnya dengan baik? Apalah DPRD sudah benar menjalankan fungsinya sebagai penerima aspirasi rakyat? Sebenarnya tidak masalah jika diadakannya pemilihan tidak langsung, rakyat hanya belum percaya dengan DPRD dikarenakan terlihat jelas dengan kerja mereka yang terlalu mengedepankan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan rakyat. tetapi apakah DPRD mengetahui yang mana yang benar-benar rakyat butuhkan? Apakah dengan pemilihan tidak langsung ini dijamin akan tidak adanya KORUPSI? Tidak ada yang tahu bagaimana pemilihan tersebut berlangsung. Bagaimana jika malah semakin memperburuk? Itulah yang ditakutkan oleh rakyat, setidaknya dengan adanya pemilihan secara langsung itu membuat rakyat bisa mencari tahu tentang calon-calon yang akan memimpinnya ini, dan dapat memilah-milih siapa yang akan memimpin dan melindunginya. Karena siapapun yang akan menjadi Kepala Daerah ini adalah untuk rakyat bukan untuk DPRD. Tetapi untuk kepentingan mereka sendiri pun tidak diberikan hak suara sepenuhnya. Benar-benar sudah mati kedaulatan di negara ini. 

Padahal, semua pencapaian dan leverage internasional yang dimiliki indonesia pada forum internasional dibanguna tas dasar pengalaman berdemokrasi yang kian matang. Salah satu capaian terpenting nya adalah pilkada secara langsung. Jika format pilkada dikembalikan pada bentuk sebelum reformasi, maka sama dengan melucuti sendiri leverage internasional yang telah kita bangun semala 16 tahun ini.

Negara Indonesia yang terkenal sebagai negara Demokrasi dan berkedaulatan rakyat yang tinggi di dunia kini sudah musnah. Seharusnya tetapkan saja jati diri Indonesia yang berdemokrasi, karena apapun yang dilakukan seluruh penggerak negara ini adalah dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.

Sumber:
http://www.rumahpemilu.org/in/read/148/Rancangan-Undang-Undang-tentang-Pemilihan-Kepala-Daerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar