Rima Rachmadiani
170110130077
Sistem Administrasi Negara
Perlunya Penegakkan
Kedaulatan Rakyat dalam Era Kompetisi Global
Konsep negara-bangsa, kedaulatan nasional dan kepemimpinan
kini kembali diuji oleh arus perubahan global. Gelombang pertama, diwarnai pada
pola dominasi kegiatan agraris pra-industri. Gelombang kedua, periode
berikutnya ditandai budaya produksi-massal, pendidikan-massal, yang berskala
raksasa. Pendekatan produksi-massal ini telah mendorong tumbuh pesatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terkotak-kotak dalam spesialisasi dan super
spesialisasi karena sejalan dengan ideologi efisiensi yang melandasinya untuk
mengejar skala besar tersebut. Namun akibatnya, terjadi reduksi besar-besaran
yang membawa kepada budaya yang mengabaikan keterkaitan antar berbagai ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam sebuah konstelasi keseluruhan bumi dan alam
semesta secara holistik.
Gelombang ketiga, kini muncul ditandai oleh berkembangnya
masyarakat informasi. Dinamika ini memaksa kita untuk mempertanyakan kembali
hamper semua aspek kehidupan. Kekuatan modal dan teknologi yang tidak mengenal
batas negara kini mengancam makna kedaulatan nasional dalam interaksi ekonomi
dan politik yang tali-temali yang didukung oleh berbagai perjanjian bilateral
dan muititateral yang didominasi negara kuat yang membelenggu Negara yang
lemah.
Tiga faktor tersebut memunculkan tatanan baru global yang
menuntut kesadaran kita semua, Kelengahan akan membuat bangsa kita menjadi
obyek kekuatan global dan negara industri maju, dan menempatkan bangsa kita
dalam posisi sebagai bangsa pinggiran secara permanen. Tiga faktor tersebut
yang menuntut kesadaran baru ini diawali oleh keterbatasan bahan bakar fosil
sehingga manusia harus kembali kepada sumber energi yang dapat diperbaharui.
Faktor kedua adalah adanya teknologi komunikasl dan informasi memungkinkan
banyak manusia untuk melihat keterkaitan berbagai fenomena yang saling
mempengaruhi (mesh-networking) dalam cakupan yang lebih dalam secara sinergis
dan serasi dengan bumi dan alam semesta. Hal ini kemudian mendorong kesadaran
baru untuk mengkaji ulang kebijakan lama dan paradigma produksi-massal yang
terpusat. Faktor ketiga adalah terjadinya globalisasi berdasar kompetisi dalam
sistim jaringan.
Sebenarnya revolusi informasi global adalah keberhasilannya
menyatukan kemampuan komputasi, televisi, radio, dan telepon menjadi
terintegrasi. Hal ini merupakan hasil dari suatu kombinasi revolusi di bidang
komputer personal, transmisi data dan kompresi, lebar pita (bandwitdh),
teknologi penyimpan data (data storage) dan penyampai data (data access).
Integrasi multimedia dan jaringan komputer. Konver-gensi dari revolusi
teknologi tersebut telah menyatukan berbagai media, yaitu suara (voice, audio),
video, citra (image), grafik, dan teks.
Teknologi informasi mengaburkan batas-batas tradisional
yang membedakan bisnis, media dan pendidikan. Teknologi informasi juga
mendorong pemaknaan ulang perdagangan dan invgstasi. Revolusi ini secara pasti
merasuki semua aspek kehidupan, pendidikan, segala sudut usaha kesehatan,
hiburan, pemerintahan, pola kerja, perdagangan, pola produksi, bahkan pola
relasi antar masyarakat dan antar individu. Internet telah merubah dunia.
Kejutan demi kejutan dan dinamika perubahan yang menyertainya telah dan akan
datang susul menyusul. Mereka yang berselancar meningkat dengan cepat, kalau
tahun 1997 baru sekitar 50 juta orang, tahun lalu 2001 sudah mencapai 400 juta
orang. Jumlah halaman di web ini telah mencapai 4 milyar, yang dikunjungi lebih
banyak orang dengan kebutuhan yang akan makin besar dan beragam.
Pada dasarnya, teknologi yang memungkinkan dan memudahkan
manusia saling berhubungan dengan cepat, mudah terjangkau memiliki potensi
untuk mendorong pembangunan masyarakat yang demokratis. Dominasi modal besar
yang menempatkan sumberdaya manusia hanya sebagai faktor produksi kini
ditantang oleh jaringan usaha kecil yang
dapat saling berbagi. Posisi tawar kolektif secara tekns kini jauh lebih mudah
untuk dibangun disbanding masa sebelumnya. Teknologi semacam ini harus dimiliki
oleh rakyat untuk membantu rakyat mengorganisasi diri secara modern, efisien,
sehingga pada gilirannya rakyat yang mendapat manfaat terbesar dari proses
berekonomis dan bermasyarakat.
Teknologi informasi dapat menjadi alat perdorong ke arah
demokratisasi. Salah satu dampak terbesar adalah dimungkinkannya demokratisasi
di bidang pembiayaan dan pendidikan. Hal yang merupakan jembatan menuju
perguatan masyarakat madani, membangun harga diri sebagai manusia merdeka yang
oleh Bung Hatta disebut sebagai “individualita”. Masyarakat yang memiliki harga
diri akan menolak penyembahan benda dan kedaulatan modal. Rakyat yang berdaulat
kini lebih diperkuat posisi koleklifnya dengan kemajuan teknologi yang ada.
Kini masyarakat dapat lebih mudah untuk memiliki alat-alat yang membantu mereka
mengembangkan usaha dan menikmati hasilnya secara mudah, murah dan menata.
Sistim jaringan yang dibangun dengan mendayagunakan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi inilah yang membentuk kerangka akses untuk semua orang
di abad 21.
Dengan arahan yang tepat dan sedikit dukungan dalam
kebijakan publik, teknologi informasi dapat membantu mentransformasikan
masyarakat marjinal di banyak negara dan posisi pengamat menjadi partisipan.
Disini, peranan pendidikan dalam proses demokratisasi menjadi sangat
signifikan. Peranan tersebut mendesak, karena perubahan ekonomi dan
demokratisasi sedang berjalan pesat secara luas dimanapun. Keduanya
memungkinkan dan mempercepat bagaimana elemen-elemen baru ini untuk bergabung
dengan nilai-nilai tradisional secara sinergis. Hal itu menjadi tolak ukur
kesuksesan proses demokrastisasi. Revolusi teknologi informasi telah memberikan
kekuatan yang sangat besar dalam mengubah paradigma kemanusiaan.
Dewasa ini, teknologi informasi memberi peluang untuk
perubahan yang mendasar. Diantara yang paling cepat menggunakan perubahan
paradigma itu adalah dunia usaha dan perekonomian global. Gelombang reformasi
dan demokrasi yang kita hadapi sesungguhnya hanyalah konsekuensi dan perubahan
didalam fundamen yang menyokong ekonomi dunia. Perubahan ini terjadi akibat dan
berlangsungnya 3 faktor yang membentuk kembali dunia. Ketiga faktor tersebut
adalah (1) internasionalisasi komoditas (2) transtranionaliasi modal dan (3)
globalisasi informasi.
Namun demikian, dengan banjirnya berbagai informasi, ilmu
dan pengetahuan melalui teknologi informasi tidak secara serta merta membangun
posisi tawar kita sebagai bangsa. Dalam posisi arus informasi dari berbagai
faktor modal yang bersifat searah, karena ketertinggalan kita dalam iptek, maka
rakyat kita hanya menjadi konsumen, kita akan ditempatkan hanya sebagai pasar
dan sumber bahan mentah dan bunuh murah. Ekspansi modal asing dengan kolaborasi
pemodal domestik yang dekat kekuasaan akan menggusur di sektor energi,
pertambangan dan perkebunan, tapi sejak lama sudah memasuki sektor manufakfur
dan keuangan dan perbankan. Terjadilah prose rekolonisasi.
Pelaksanaan ketentuan WTO dan berbagai ketentuan
perdagangan bebas ACFTA akan makin menjerumuskan negara yang lemah dalam posisi
ketergantungan yang lebih intensif pada pihak asing. Makna kedaulatan nasional
terancam karena negara lemah yang bergantung akan didikte kebijakan publiknya
oleh mereka yang dominan dalam hubungan yang ada, yang merasa "membantu'.
Bagi bangsa kita seperti perjanjian pasar bebas regional dalam situasi
ketidaksiapan kita, telah dan akan mengurangi dan mengecilkan posisi ekonomi
nasional di pasar domestik makna kebebasan pemerintah dalam kebijakan publik.
Dalam situasi ketergantungan asing yang ada, maka terjadi tiga perkara yang
membelenggu kedaulatan nasional kita dapat terjadi, (1) pihak asing dapat
(ikut) menentukan kebijakan publik dalam bidang ekonomi dan sosial, (2)
penguasaan devisa akan kembali berada di pihak asing dengan intensitas yang
lebih tinggi, terutama tatkala hampir semua aset besar seperti perkebunan,
industri manufaktur, sektor: ritel dan perbankan tergusur atau dialihkan
kepemilikannya, dan (3) dengan kedua hal, maka ekspansi asing untuk penguasan
aset dan unit ekonomi akan semakin meluas dan intensif, yang merupakan kejadian
yang tidak dapat dibalikkan lagi dalam tatanan global yang ada.
Faktor perhatian kita adalah pelayanan kepada usaha mikro,
kecil, dan menengah. Industri BPR seperti juga Koperasi Simpan Pinjam kini
terancam dengan ekspansi perbankan umum, asing dan nasional yang masuk secara
besar-besaran dalam kredit mikro. Karena itu organisasi masyarakat dengan
kekuatan pendukung ekonomi rakyat lainnya harus mendefenisikan diri sebagai
bukan hanya sekedar lembaga sosial atau lembaga keuangan mikro tetapi sebagai
solusi bersama, untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, dengan dasar membangun
kesadaran rakyat untuk berdaulat dan mandiri.
Tugas kita secara nasional adalah untuk menjalankan amanat
konstitusi, untuk menyusun perekonomian nasional sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan. Gerakan masyarakat termasuk dalam bidang ekonomi sosial
adalah instrumen koreksi ketidakadilan. Koreksi terhadap ketidakadilan sosial
harus dilakukan. Tidak boleh diteruskan situasi kelompok kecil masyarakat
memiliki sebagian besar aset tatkala sebagian besar masyarakat memiliki sedikit
aset. Proses pembangunan yang cenderung netral dan bebas nilai telah membuat
kepincangan dan ketidakadilan sosial cenderung melebar. Rakyat yang
termajinalisasi cenderung menyerah kepada kekuatan uang dan membungkuk kepada
kekuasaan duniawi. Dalam situasi ini kita menyaksikan yang kaya bertambah kaya
dan yang miskin terjebak dalam kemiskinannya. Kemiskinan cenderung membuat
masyarakat makin “pragmatis”, menghalalkan segala cara untuk kelangsungan
hidupnya. Kefakiran mendekatkan orang kepada kekafiran. Situasi ini harus kita
koreksi dan hal itu merupakan tugas negara dan seluruh anggota masyarakat.
Artinya, tugas pemberdayaan ekonomi rakyat dalam menegakkan kedaulatan rakyat
agar jangan bergantung secara ekonomi sosial ini bukan hanya tugas gerakan
masyarakat tapi harus merupakan politik ekonomi negara berdasarkan konstitusi
kita. Peran pemerintah penting agar keberadaan ekonomi rakyat terus berkembang
maju. Namun demikian peran masyarakat adalah faktor kunci untuk membangun
pemberdayaan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar