Minggu, 05 Oktober 2014

PEMILIHAN KEPALA DAERAH OLEH DPR MENGANCAM KEDAULATAN RAKYAT

Nama   : Yuyun Yuningsih
NPM   : 170110130033

PEMILIHAN KEPALA DAERAH OLEH DPR MENGANCAM KEDAULATAN RAKYAT
DPR telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Jumat dinihari, 26 September 2014. Dalam putusan yang diambil melalui voting itu, fraksi pendukung pilkada lewat DPRD, yakni PAN, PPP, Gerindra, PKS, dan Gerindra, unggul dengan 256 suara. Tiga fraksi pendukung pilkada langsung, yakni PDI Perjuangan, Hanura, dan PKB, mengantongi 135 suara. Walhasil, RUU Pilkada disahkan. Pengesahan itu memastikan pemilihan kepala daerah akan dilakukan lewat DPRD, tidak lagi langsung oleh rakyat.Meski RUU Pilkada telah disahkan, ada empat daerah di Tanah Air yang 'kebal' dengan aturan ini. Alasannya, daerah-daerah tersebut memiliki undang-undang yang lebih khusus. Berikut     daerah yang     dimaksud.

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta

Kepemimpinan DKI Jakarta berubah sejak diterapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Daerah Khusus Jakarta. Dalam peraturan itu, Pasal 10 disebut DKI Jakarta dipimpin oleh satu orang gubernur dibantu oleh satu orang wakil gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.Fauzi Bowo mengawali kepemimpinan Jakarta sejak diterapkannya undang-undang itu. Sedangkan untuk jabatan wali kota, DKI Jakarta berbeda dengan daerah lain. Pasal 19 menyebut wali kota/bupati diangkat oleh gubernur atas pertimbangan DPR Provinsi         DKI Jakartarakyat yang berkuasa yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat  
Daerah Istimewa Aceh

Daerah lain yang juga berbeda dalam proses penetapan pemimpinnya adalah Aceh. Dibanding Jakarta, Aceh sudah terlebih dahulu mempunyai peraturan yang berbeda. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, disebut gubernur dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.Penetapan bupati dan wali kota Aceh berbeda dengan Jakarta. Menurut Pasal 1 Ayat 9 bupati/wali kota dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Papua
Proses pemilihan pemimpin Papua berlangsung panjang. Awalnya melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, Pasal 7 disebutkan bahwa gubernur diusulkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Kemudian mekanisme itu diubah melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2008 yang sudah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008. Perppu itu menyebut gubernur dipilih melalui pemilihan langsung.Selanjutnya Mahkamah Konstitusi pada Maret 2011 menolak uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008. Mahkamah tidak menganggap pemilihan gubernur Provinsi Papua merupakan kekhususan Provinsi Papua yang berbeda. Sehingga pemilihan gubernur Papua tetap dilakukansecaralangsung.


Daerah Istimewa Yogyakarta

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengatur tentang posisi gubernur dan wakil gubernur DIY. Dalam Pasal 18 ayat c menyebutkan, posisi Gubernur dijabat oleh Sultan Hamengku Buwono dan Wakil Gubernur dijabat Adipati Paku Alam.
Menurut saya, jika Indonesia menganut Negara demokrasi atau Indonesia sering disebut sebagai Negara demokrasi  maka jika UU tersebut berlaku julukan tersebut sudah tidak berlaku lagi untuk Indonesia karena demokrasi itu adalah pemerintahan rakyat atau suatu sistem pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam sistem pemerintahan negara.  Demokrasi juga  bertujuan sebagai upaya dalam mewujudkan kedaulatan rakyat atas kekuasaan negara untuk dijalankan oleh pemerintah Negara. Jika pemilihan kepa daerah yang harusnya dilalukan oleh rakyat dengan memilih secara langsung diganti oleh pemilihannya dilakukan oleh DPR dimanakah asas demokrasi yang kita anut.
                Dan jika UU tersebut berlaku maka kedaulatan rakyat Indonesia terancam, “kedaulatan rakyat adalah kekuasan tertinggi oleh rayat atau rakyat yang berkuasa yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” meskipun DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat  yang dipilih langsung oleh rakyat akan tetapi apakah dengan adanya UU tersebut adalah perwakilan dari aspirasi masyarakat atau hanya kepentingan elit politik saja. Dengan adanya UU tersebut salah satu aspirasi secara langsung dan demokrasi secara langsung oleh rakyat yang memegang tinggi kedaulatannya sudah tidak digunakan lagi.
                Pemerintah harusnya lebih mempertimbangkan kembali dengan adanya undang undang tersebut. Perlu peninjauan ulang terhadap UU tersebut karena harus sesuai dengan aspirasi masyarakat. UU dibuat adalah untuk mengatur rakyat atau Negara jika UU tersebut banyak rakyat maka harus adanya peninjauan kembali. Kemudian seharusnya UU itu dapat di patuhi oleh seluruh rakyat Indonesia jika ada beberapa daerah yang tidak berlaku dengan UU tersebut maka ditakutkan akan ada rasa kecemburuan sehingga akan menambah kericuhan ditengah rakyat dan ditakutkan terjadi perpecahan.

                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar