Minggu, 05 Oktober 2014

RUU Pilkada Ancam Kedaulatan Rakyat

Nama            : Riskalia Gita Putri
NPM / Kelas   : 170110130063 / A
Jurusan         : Ilmu Administrasi Negara
Matkul          : Sistem Administrasi Negara Indonesia

RUU Pilkada Ancam Kedaulatan Rakyat

Kedaulatan rakyat diartikan sebagai kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.  Kedaulatan rakyat bisa dicerminkan oleh Negara demokrasi, salah satunya Indonesia. Jika berbicara demokrasi, yang sering muncul adalah mengenai Pemilihan Umum (Pemilu). Dalam pemerintahan, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemimpin dari suatu Negara demokrasi berasal dari rakyat yang dipilih oleh rakyat untuk menempati pemerintahan dan bekerja demi kepentingan rakyat.
Rancangan Undang – Undang Pilkada yang telah diperdebatkan di DPR ini berpotensi menyebabkan ancaman mengenai kedaulatan rakyat. Isu utama yang disoroti adalah mengenai Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, apakah seperti yang sebelumnya yaitu dengan pemilihan langsung oleh rakyat, ataukah akan dipilih oleh anggota DPRD sebagai wakil rakyat didaerah tingkat provinsi.
Tujuan RUU Pilkada ada tiga hal, yaitu: memberikan arahan dalam penyusunan norma-norma pengaturan dalam UU tentang pemerintahan daerah; menyelaraskan pengaturan norma dalam UU sesuai dengan norma akademis, teoritis, dan yuridis; dan memberikan penjelasan mengenai kerangka pikir dan tujuan norma-norma pengaturan dalam UU tentang pemilihan gubernur dan bupati/wali kota.

RUU Pilkada terdiri atas 7 Bab dan 181 Pasal. Dalam RUU ini, ada dua ketentuan baru yang secara signifikan berbeda dengan ketentuan UU No. 32 Tahun 2004, yaitu: Pilkada hanya memilih gubernur dan bupati/wali kota, sementara wakilnya ditunjuk dari lingkungan PNS; dan gubernur dipilih tidak lagi secara langsung oleh rakyat, melainkan oleh DPRD Provinsi.
Sebelum tahun  2005, kepala daerah dan wakilnya memang dipilih oleh DPRD. Namun, stelah keluarnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pilkada dilakukan secara langsung oleh rakyat (penduduk administratifnya yang telah memenuhi syarat Pemilu). Pemilihan ini memilih gubernur dan bupati / walikota yang telah sepasang dengan wakilnya yang diusung oleh partai politik. Kemudian berlaku UU No. 27 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu sehingga dikenal dengan Pemilukada. Kemudian diperbaiki lagi dalam UU No. 12 Tahun 2008 yang menyatakan tentang pasangan yang mencalonkan diri bisa dari perseorangan yang didukung sejumlah orang.  Dengan UU No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, istilah yang digunakan menjadi Pemilihan Gubernur, Bupati/walikota.
Pada 24 September 2014, melalui Sidang Paripurna DPR RI memutuskan bahwa pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Keputusan ini diambil setelah adanya dukungan dari 226 anggota DPR RI. Dengan adanya keputusan ini, maka kedaulatan rakyat mendapat ancaman. Meskipun anggota DPRD dipilih secara langsung oleh rakyat, namun untuk menentukan kepala daerah, setiap rakyat dalam daerah tersebut mempunyai pandangan yang belum tentu sama dengan DPRD yang telah terpilih.
Asas dalam pemilu meliputi Luas, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Dengan RUU Pilkada, dirasa ada asas tersebut yang tidak dipergunakan secara benar. Bila kepala daerah dipilih oleh DPRD sementara anggota DPRD merupakan usungan dari partai politik, maka dikhawatirkan akan ada keberpihakan dalam memilih kepala daerah yang juga usungan partai politik. Wakil kepala daerah yang berasal dari PNS, menunjukkan bahwa tidak semua rakyat Indonesia memiliki hak yang sama untuk dipilih, kesamaan ini hanya milik PNS. Hal tersebut tidak sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2008 yang menyatakan pasangan yang mencalonkan diri bisa dari perseorangan yang didukung sejumlah orang.  Dan tidak sesuai pula dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pilkada dilakukan secara langsung oleh rakyat (penduduk administratifnya yang telah memenuhi syarat Pemilu) untuk memilih gubernur, bupati/ walikota yang telah berpasangan dengan wakilnya yang diusung oleh partai politik.
Dari pandangan Negara demokrasi, seharusnya rakyat bisa menentukan sendiri siapa pemimpin mereka, tidak hanya diwakilkan sebagian orang saja. Bila rakyat tidak dapat menentukan sendiri pemimpin daerahnya, maka kedaulatan rakyat pun terancam. RUU Pilkada ini menunjukkan Partai Politik yang kuat dan dominan dalam kursi DPRD berkemungkinan menentukan kepala daerah, yang belum tentu benar mengabdi untuk kepentingan rakyat atau sekedar mempertahankan kekuasaan dari partai politik tersebut. dikhawatirkan akan ada keberpihakan anggota DPRD pada calon yang diusung oleh partai yang diikutinya.
Masalah yang terlihat pada demokrasi pemilihan di Indonesia adalah masalah biaya yang tinggi. Bila alasan yang dipergunakan adalah dana yang dipergunakan untuk pilkada, maka bukan cara pemilihannya yang dirubah, tetapi sistemnya yang dirubah ataupun dipebaiki. Salah satu perubahan perbaikan pada sistem pemilihan, bisa dengan penggunaan computer, yaitu dengan rakyat memilih gubernur, maupun bupati/walikota dengan bantuan computer. Dengan harapan, tidak ada pemilih yang memilih lebih dari sekali, dan mengurangi dana/anggaran pemilu, baik pemilu legislative, Kepala daerah, hingga presiden. Namun perlu sosialisasi yang tegas, terpadu dan menjangkau seluruh masyarakat serta bantuan pada orang yang memerlukan kebutuhan khusus. Memang diperlukan biaya yang besar diawal pelaksanaan, namun computer selanjutnya dapat dipergunakan untuk keperluan administratif lain ataupun dengan melakukan perawatan yang benar sehingga dapat digunakan lebih dari satu periode penggunaan. Ataupun dengan diberlakukannya iuran wajib bagi calon kepala daerah yang diambil dari dana kampanye untuk membantu penyelenggaraan pemilu, namun perlu pengawasan yang jeli agar tidak terjadi kecurangan.
Salah satu upaya yang lebih tepat dilakukan adalah pengenalan ranah politik sejak masih bangku dasar. Pendidikan politik ini disesuaikan dengan usia perkembangan sehingga tidak salah diartikan. Pendidikan politik harus mengajarkan tentang sistem politik yang baik, kejujuran dalam berpolitik, dasar dalam ilmu politik, dsb. dengan demikian, pola pemikiran akan mengarah pada politik yang baik, jujur, amanah, dan bertujuan pada kepentingan public. Dengan begitu diharapkan generasi politik selanjutnya adalah politik yang bersih dan bertujuan untuk mengabdi pada rakyat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak dapat membatalkan keputusan DPR RI karena telah ada peraturan perundangan yang mengaturnya. Namun beliau punya hak mengeluarkan peraturan dan rencananya akan mengeluarkan Perppu terkait dengan RUU Pilkada ini untuk menyelamatkan demokrasi dan kedaulatan rakyat. Beliau mendukung adanya pemilihan kepala daerah secara langsung, karena itulah ciri Indonesia sebagai Negara demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Semoga dengan Perppu dan perbaikan sistem demokrasi yang berjalan sekarang, dapat mempertahankan kedaulatan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar