Minggu, 05 Oktober 2014

RUU Pilkada Rusak Kedaulatan Rakyat Indonesia

Nama                         : Rifani Irna Putri
NPM                           : 170110130069
Kelas                          : A
Mata Kuliah                         : Sistem Administrasi Negara Indonesia

Isu yang Mengancam Kedaulatan Rakyat Indonesia

RUU Pilkada Rusak Kedaulatan Rakyat Indonesia

            Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan jelas menyatakan dalam dasar dan undang-undang negara bahwa kedaulatan yang tertinggi pada negara ini merupakan kedaulatan rakyat yang merupakan bentuk demokrasi pancasila yang dianut sebagai sistem pemerintahan. Kedaulatan rakyat merupakan kekuasaan yang tertinggi ada pada rakyat. Negara yang berkadaulatan kepada rakyat, rakyatnya berperan sebagai pemegang tertinggi (dalam kehidupan bermayarakat dan bernegara). Kedaulatan sendiri bersifat bulat yakni tidak dapat dibagi, asli tidak berasal dari kedaulatan yang lebih tinggi, tidak dibatasi oleh siapapun, dan permanen.
            Keterlibatan masyarakat dalam kedaulatan berdasarkan pasal 6 A ayat 1 UUD 1945 salah satunya adalah Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam satu pasangan secara langsung. Hal ini tentunya kontra dengan Rancangan Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) dilakukan oleh DPRD yang secara konstitusional rancangan ini jelas melanggar Pasal 1  ayat (2) UUD 1945, perubahan ketiga (2001) “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

          Keputusan tersebut dianggap bisa menghemat biaya pemilihan langsung dan meminimalisasi konflik. Namun ada banyak pula  penentangnya, yang menilai itu pengkhianatan demokrasi. Matinya kedaulatan rakyat. Pendapat dan pengamatan yang dikemukakan oleh kebanyakan para politisi mengenai rancangan undang-undang ini dikarenakan pilkada langsung yang memakan banyaknya biaya yang seharusnya biaya tersebut bisa digunakan untuk pembangunan bangsa serta pilkada langsung membuka ruang korupsi bagi para calon kepala daerah. Namun hal yang tersebut belum tentu bisa diatasi dengan adanya Pilkada oleh DPRD. Tidak ada yang menjamin bahwa setelah diberlakukannya RUU Pilkada tersebut maka tidak akan ada korupsi, suap, dan politik transaksional antar anggota DPRD dengan para calon kepala daerah.        
            Untuk itu diharapkan kepada DPR dan Presiden tidak mengambil tindakan hanya berlandaskan sosiologis kekuasaan tanpa mempertimbangkan landasan filosofis dan yuridis. Dapat diramalkan berkaca dari sambutan msayarakat terhadap RUU Pilkada pada saat ini, ketika disahkan UU ini akan menimbulkan gejolak masyarakat. Pemerintah dapat melakukan penyederhanaan sistem pilkada langsung  sebagai alternatif untuk mencapai goals menekan keluarnya biaya terlalu besar walaupun nantinya biaya yang ditekan tidak sebesar ketika diberlakukannya RUU Pilkada.


Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar