Minggu, 05 Oktober 2014

Polemik Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada)

Polemik Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada)

Nama   : Muhammad Fahry R.
NPM   : 170110130103
Kelas   : A

Saat ini, seluruh media cetak dan media elektronik di Indonesia sedang dihebohkan dengan Rancangan Undang-Undang (UU) mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan rakyat (DPR). UU ini berisi mengenai mekanisme Pilkada, baik di tingkat provinsi untuk pemilihan Gubernur maupun kabupaten/kota untuk pemilihan Bupati/Walikota. Menurut UU ini, Pilkada akan kembali dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Dalam suatu perkara, tentunya akan ada reaksi pro dan kontra bagi seluruh pihak yang berhubungan dengan suatu perkara tersebut, begitu pun dengan perkara RUU Pilkada ini. Forum Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI). Sebanyak 441 DPRD merupakan pihak yang menanggapi positif usulan RUU Pilkada yang menyatakan Pilkada dilakukan melalui DPRD karena jika nantinya RUU ini disahkan menjadi UU, maka mereka akan mendapatkan mandat untuk memilih kepala daerah. Sedangkan, pihak yang tidak setuju dengan RUU ini tentu saja adalah para kepala daerah. Hal ini karena para kepala daerah yang saat ini menjabat adalah hasil dari pilihan rakyat dan bukan pilihan wakil rakyat (DPR).
Bagi pihak yang pro terhadap pemilihan kepala daerah lewat DPRD, pemilihan langsung membutuhkan biaya yang sangat besar. Selain itu, kondisi rakyat Indonesia belum cocok untuk pemilu langsung karena rawan konflik di akar rumput dan akan menimbulkan banyak korupsi seperti yang dialami oleh beberapa mantan kepala daerah dan bahkan kepala daerah yang masih aktif. Rawan korupsi disebabkan oleh biaya kampanye untuk pencalonan kepala daerah mahal. Selain itu, lanjutnya DPRD kabupaten/kota merupakan perwakilan rakyat yang memiliki konstituen yang jelas. Sebab, daerah pemilihan anggota DPRD berbasis kecamatan dan hal itu dirasa cukup untuk menjadi representasi rakyat.

Sedangkan pihak yang kontra terhadap Pilkada DPRD atau dalam arti pro terhadap Pilkada langsung mengatakan bahwa apabila pemilihan kepala daerah melalui DPRD, akan mengebiri dan menjadi kemunduran bagi demokrasi di Indonesia. Selain itu, DPRD dapat mempengaruhi kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan. Pilkada melalui DPRD banyak kalangan menilai bahwa bertentangan dengan sistem presidensil. Sebab, usulan dalam RUU Pilkada tidak sinergis dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Konstitusi UUD 1945, bila kepala daerah dipilh DPRD tidak konstitusional dan tidak konsisten dengan bentuk pemerintahan presidensil.
Indonesia adalah sebuah Negara yang berbentuk republik, bukan kerajaan. Di mana presiden tidak ada yang turun-temurun, namun dipilih oleh rakyat. Jika sistem Negara presidensial dan otonomi daerah, kepala daerah pun mesti satu sistem dengan pemerintah pusat. Dengan kata lain, apakah kita mau konsisten dengan sistem presidensial yang menganut demokrasi langsung (direct democracy) untuk para pemimpin eksekutif di semua tingkatan, ataukah memerlukan demokrasi perwakilan (representatative demograsi) khusus pimpinan pemerintahan tingkat daerah.  
Jika pertentangan ini terus berlanjut, maka akan menimbulkan kebingungan, perbedaan pendapat, dan konflik antar masyarakat. Konflik antar masyarakat inilah merupakan hal yang paling berbahaya apabila terjadi di Indonesia selaku negara demokrasi karena di Indonesia, rakyatlah yang memiliki kedaulatan tertinggi atas apapun.
Solusi
Dari perkara ini, solusi terbaik untuk menyatukan pendapat adalah dengan melakukan konsiliasi berupa musyawarah yang mempertemukan pihak Presiden, DPR selaku pengusul RUU Pilkada, sebagian DPRD selaku pihak yang menyetujui RUU ini, kepala daerah selaku pihak yang menolak RUU ini, dan tentunya sebagain masyarakat yang memiliki kedaulatan di Negara ini dengan segudang ide, pendapat, dan aspirasinya untuk mempertemukan berbagai pandangan dari pihak-pihak yang telah disebutkan tadi. Setiap sikap dan pernyataan dari pihak yang pro dan kontra dianalisis, apa dampak baik dan buruk serta konsekuensi dari RUU Pilkada bagi seluruh pihak dengan objektif (tanpa memandang hal-hal yang menyangkut pribadi setiap pihak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar