Minggu, 05 Oktober 2014

Isu Yang Mengancam Kedaulatan Rakyat "RUU Pilkada"

Nama   : Arief Nurhastiana
NPM   : 170110130041
Ilmu Administrasi Negara 2013 (A)

Teori Kedaulatan Rakyat
Teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada di tangan rakyat. Teori ini berusaha mengimbangi kekuasaan tunggal raja atau pemimpin agama. Dengan demikian, teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa teori ini menjadi dasar dari negara-negara demokrasi. Penganut teori ini adalah John Locke, Montesquieu dan J.J Rousseau.
John Locke membagai kekuasaan menjadi tiga, yaitu :
1.      Kekuasaan Legislatif: Kekuasaan untuk membuat dan menetapkan undang-undang.
2.      Kekuasaan Eksekutif: Kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.
3.      Kekuasaan Federatif: Kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai, membuat perjanjian dengan negara lain dan membuat perjanjian dengan badan di luar negeri.
Sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_kedaulatan_rakyat
Jokowi Soal RUU Pilkada: Itu Memotong Kedaulatan Rakyat
Mulya Nurbilkis - detikNews
Ramai-ramai Menolak 'Pilkada DPRD'
Jakarta - Mayoritas fraksi di DPR menyetujui opsi pelaksanaan Pilkada melalui DPRD dalam rapat Panja RUU Pilkada. Presiden terpilih, Joko Widodo mengkritisi usulan tersebut sebagai kemunduran dan memotong kedaulatan rakyat.
"Itu kemunduran dan memotong kedaulatan rakyat," kata Jokowi saat ditanya mengenai RUU Pilkada di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakpus, Senin (8/9/2014). Ia menilai, kalau yang dikritisi pelaksanaan Pilkada, maka seharusnya diperbaiki. Bukan diubah sistem Pilkadanya.
"Kalau dibilang anggarannya terlalu besar, ya digabung saja pelaksanaannya. Pelaksanaan lapangannya yang diperbaiki," ujarnya. Ia tak akan ikut campur dengan pro-kontra yang sedang terjadi di DPR. Jika pun RUU ini disahkan dan pelaksanaan Pilkada melalui DPRD ‎bukan ancaman untuk pemerintahannya.

"Ancaman apa? Bukan ancaman," ujarnya sambil menggelengkan kepala.



Jokowi Anggap Pilkada Lewat DPRD Pangkas Kedaulatan Rakyat
                                                                                        Selasa, 09 September 2014 , 03:03:00
JAKARTA - Presiden terpilih periode 2014-2019, Joko Widodo menolak usulan agar kepala daerah dipilih melalui mekanisme parlemen. Menurut pria yang dikenal dengan sapaan Jokowi itu, pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD justru merupakan langkah mundur.
“Ya mundur dong. Masa dari tangan rakyat kok kembali ke dewan? Itu mundur," kata Jokowi di Balai Kota DKI, Senin (8/9). Karenanya Jokowi yang juga Gubernur DKI Jakarta meminta agar para politisi di DPR RI mengoreksi kembali ketentuan di RUU Pilkada tentang kepala daerah dipilih oleh DPRD. Bila memang pilkada langsung dirasa terlalu mahal, kata Jokowi, maka DPR memeriksa pelaksanaannya di lapangan.
"Seharusnya yang dikoreksi itu diperbaiki itu adalah pelaksanaan pilkada, sistemnya, teknisnya. Kalau masih ada pelaksanaan lapangan ya diperbaiki sistemnya," katanya. Menurutnya, pemilihan kepala daerah yang diserahkan kepada DPRD artinya memotong kedaulatan rakyat. "Kemunduran demokrasi. Memotong kedaulatan rakyat," katanya.
Kendati demikian, Jokowi mengaku tidak memiliki langkah apapun untuk menghentikan ide anggota DPR itu. Ia menyerahkan persoalan tersebut kepada DPR RI.
"Urusan dewan itu. Saya nggak ada langkah-langkah. Itu urusannya di sana, nggak mau berharap-berharap," tandasnya.(rmo/jpnn)



LBH Keadilan: RUU Pilkada Rampas Kedaulatan Rakyat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM
Lembaga Bantuan Hukum Keadilan menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada yang akan disahkan DPR menjadi UU pada 25 September 2014 merampas kedaulatan rakyat.
"Hak rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung yang telah berlangsung sejak 2005 terancam dengan RUU Pilkada ini. DPR RI dan Presiden SBY telah merampas keadulatan rakyat," kata Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie dalam siaran persnya, Kamis (11/9). Abdul Hamim tidak sependapat dengan berbagai alasan yang dilontarkan para pendukung pemilihan kepala daerah melalui DPRD seperti persoalan biaya yang tinggi, praktik politik uang, dan munculnya perpecahan atau konflik dalam masyarakat.
"Alasan tersebut sesungguhnya bisa diatasi dengan banyak cara," katanya. Dia mengatakan bahwa persoalan biaya tinggi bisa diatasi dengan menggelar Pilkada secara bersamaan seperti yang dilakukan di Aceh sejak 2006, dan melarang kampanye tertentu yang membutuhkan biaya tinggi. Sedangkan politik uang bisa dilawan dengan penegakan aturan yang memberikan sanksi berat bagi pelanggarnya.
"Pendidikan politik yang berkesinambungan bagi rakyat juga akan mencegah politik uang dan konflik dalam masyarakat," kata Abdul Hamin LBH Keadilan berpandangan pemilihan kepala daerah melalui DPRD juga tak mungkin menihilkan praktik politik uang.
"Politik uang hanya akan berpindah, dari rakyat ke DPRD. Jika dalam pilkada langsung yang menerima uang adalah rakyat pemilih, sedangkan dalam pilkada melalui DPRD adalah anggota DPRD," katanya. Dia mengakui bahwa Pilkada langsung yang selama ini berlangsung bukan tanpa masalah, dan seharusnya masalah-masalah tersebut diatasi.
"Mengembalikan sistim Pilkada kepada DPRD merupakan kemunduran dan tidak menyelesaikan masalah," katanya. Untuk itu, lanjutnya, LBH Keadilan mengajak rakyat untuk bersama-sama melawan rencana pengesahan RUU Pilkada tersebut.
Jika saat ini DPR mengubah sistim Pilkada oleh DPRD, bukan tidak mungkin, dengan mengubah konstitusi mereka akan mengembalikan sistim pemilihan presiden ke MPR," kata Abdul Hamim. (Ant)
Sumber:http://www.satuharapan.com/read-detail/read/lbh-keadilan-ruu-pilkada-rampas-kedaulatan-rakyat



           
Jika dilihat dari ketiga berita di atas, dapat diketahui bahwa isu yang sedang marak akhir-akhir ini adalah pengembalian pemilihan kepala daerah dari Pilkada langsung menjadi Pilkada tidak langsung atau pemilihannya diserahkan kepada DPRD seperti orde baru. Tentu saja hal ini mempunyai plus-minusnya, di lain sisi dapat mengurangi beban anggaran tapi di sisi lain hal ini akan mencabut hak politik rakyat dan memotong kedaulatan rakyat serta tidak akan ada lagi kepala derah yang sesuai dengan keinginan rakyat banyak.
Mengapa ini memotong kedaulatan rakyat? Jika kita lihat tentang Teori Kedaulatan Rakyat di atas, kita mengetahui kedaulatan rakyat adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada di tangan rakyat. Jika Pilkada melalui DPRD, otomatis ini tidak sesuai dengan Teori Kedaulatan Rakyat dan mengancam kedaulatan rakyat karena memotong kedaulatan rakyat dengan cara mengurangi hak politik rakyat.
Tidak hanya tidak sesuai dengan Teori Kedaulatan Rakyat, namun juga hal ini melanggar aturan yang ada dalam UUD 1945 yang memuat empat prinsip demokrasi jika dikaitkan dengan pemilihan langsung, yaitu kedaulatan rakyat, presidensiil, pemilihan demokratis, serta otonomi daerah. Kedaulatan rakyat ada di pasal 1 ayat 2 UUD 1945, presidensiil diatur dalam pasal 4, pemilihan demokratis pasal 18 ayat 4, dan otonomi daerah diatur pasal 18 ayat 2. Dari 4 prinsip tersebut, jika digabungkan bermakna kepala daerah harus dipilih oleh rakyat.
Memang DPRD merupakan wakil-wakil suara rakyat, tetapi jika sudah di Parlemen maka mayoritas lebih mementingkan kepentingan partai dibanding kepentingan rakyat  umum. Dengan begitu maka suara rakyat tidak dapat disalurkan melalu Pilkada tidak langsung ini dan sangat melanggar konstitusi dan teori kedaulatan rakyat. Suara rakyat yang beragam inipun tidak akan terlihat lagi, karena suara rakyat ini menjadi tidak berarti lagi.

Jika tujuan dari Pilkada tidak langsung ini adalah untuk menghindari politik uang dan mengurangi beban anggaran, tentu saja langkah ini bukan merupakan langkah yang tepat. Masih ada alternatif lain untuk mengatasi hal itu, seperti memberikan pendidikan mengenai politik yang baik dimulai dari bangku sekolah dasar serta Pilkada dilakukan serentak dan berbarengan se-Indonesia. Dengan tetap diadakannya Pilkada langsung yang baik, maka tidak ada pihak yang dirugikan dan kita tetap menjunjung tinggi konstitusi yang ada serta tetap berpedoman kepada kedaulatan rakyat karena Indonesia merupakan negara demokrasi agar tidak terjadi perpecahan di wilayah NKRI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar