Minggu, 05 Oktober 2014

Pilkada Tidak Langsung

Nama  :           Wahyu Ivandra
NPM    :           170110130101
Kelas   :           A

Pilkada Tidak Langsung

            Pada sidang paripurna DPR pada tanggal 26 September 2014, DPR telah menetapkan bahwa pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sidang ini menggunakan sistem voting untuk pengambilan keputusannya, dengan jumlah 132 suara yang mendukung pilkada langsung dan 226 suara yang mendukung pilkada tidak langsung atau pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
            Pilkada tidak langsung bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Pada tanggal 7 Mei 1999 telah dikeluarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, menurut undang-undang tersebut DPRD berfungsi sebagai badan legislatif yang mengawasi jalannya pemerintahan daerah, dan undang-undang ini telah mengisyaratkan bahwa pemilihan kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD. Namun, undang-undang ini banyak dikritik karena kurang mewakili suara rakyat, maka ditetapkanlah UU No. 32 tahun 2004 tentang pemilihan kepala daerah, pada undang-undang ini pada pasal 24 ayat 5 berisi  “Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan”, dan pada pasal 56 ayat 1 tercantum “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”.

            Pada draft RUU Pilkada tetulis bahwa penyelenggara pilkada adalah KPU dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. KPU bertugas dalam pencalonan Gubernur/Bupati/Walikota, sedangkan DPRD bertugas dalam pemungutan suara dan penetapan pemilihan. Bedanya dengan pilkada langsung dengan pilkada tidak langsung adalah pada pilkada langsung calon gubernur/bupati/walikota dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan pilkada tidak langsung calon gubernur/bupati/walikota dipilih oleh DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. RUU pilkada dibuat dengan tujuan mengurangi APBD.
            Pada sidang paripurna, terjadi perdebatan antara pro pilkada langsung dengan pro pilkada tidak langsung, tetapi ujung-ujungnya perdebatan dapat dianggap sia-sia karena efeknya sangat kecil dalam voting pengambilan keputusan, karena dalam voting anggota DPR mendahulukan kepentingan partai politik daripada kepentingan rakyat, dan anggota DPR pada sidang paripurna tersebut mengatasnamakan wakil partai politik bukan wakil rakyat, hal tersebut dapat kita lihat diberita yang dilansir news.liputan6.com Aburizal Bakrie mengatakan bahwa 11 kader partai golongan karya yang mendukung pilkada langsung dalam voting akan mendapatkan sanksi, diantaranya beberapa dipecat, dan yang belum akan diberhentikan dari jabatan resmi struktural.

            Solusi dalam isu publik yang mengancam kedaulatan rakyat ini adalah keluarnya Perpu Pilkada Langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membatalkan UU Pilkada yang disahkan dalam sidang paripurna DPR. Seandainya UU Pilkada ini tidak bisa dibatalkan, kita sebagai Rakyat Indonesia haruslah sadar akan politik di negeri ini, dan mengawasi pemerintahan serta mengawasi pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini, karena tidak menutup kemungkinan Pilkada via DPRD ini diajukan untuk kepentingan-kepentingan partai politik, bukan untuk kepentingan rakyat dan juga tidak menutup kemungkinan adanya money politik dari calon kepala daerah kepada anggota DPRD untuk memenangkan Pilkada.

Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar